Perkembangan
Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman Ham di Indonesia sebagai
tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada
dasarnya berlangsung sudah cukup lama.
A. Periode
Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
Perkembangan HAM pada periode sebelum
kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat tradisional.Dengan cara yang
sederhana,dipimpin oleh tokoh masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum
teroganisasi secara modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih
mengandalkan kekuatan fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang
menyelamatkan HAM adalah R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan
peningkatan harkat dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang
mengandalkan kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku
Imam Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
Pada periode ini juga bangsa Indonesia
diberikan kebebasan berserikat dan berkumpul, terbukti dengan berdirinya
organisasi budi utomo dimana organisasi ini menjadi cikal bakal dalam
pendidikan di Indonesia Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin
Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial
maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa.
Contoh:Budi
Utomo memperjuangkan bangsa indonesia melalui sebuah pendidikan.
B. Periode
Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
a)
Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal
kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat
melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk
menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi
secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar
Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal
sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah
selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai
politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
contoh:memberi
kebebasan untuk mendirikan partai politik dan berpendapat di parlemen.
b)
Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan
Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer.
Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan,
karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan
oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami
“ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli
hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai –
partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai
pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum
sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair
(adil) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat
resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai
wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif
sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
c)
Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan
yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan
Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi
terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari
sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik
pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik.
Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu
hak sipil dan dan hak politik.
d)
Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan
dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal
periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar
tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM
untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional
Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review )
untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP
MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan
yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak
serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun
1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena
HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode
ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang
umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam
ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai
–nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa
Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan
UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM.
Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu
HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara
yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami
kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode
ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya
Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya
yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi
internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung
Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan
sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat
menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena
terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke
strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM.
Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah
dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES
No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga
ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
Contoh
: telah dibentuk KOMNAS HAM, walaupun pelaksanaannya belum optimal.
e)
Periode 1998 – sekarang
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan
dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan
perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut
menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam
bidang HAM.
Strategi
penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status
penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan
telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti
amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP
MPR ), Undang-undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang–undangan
lainnya.
Contoh:
dilakukan Penyusunan Peraturan Perundang–undangan yang berkaitan dengan
pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar